Selasa, 28 November 2017

UPACARA HUT PGRI KE 72 DI HALAMAN KANTOR BUPATI SAMBAS

GAMBAR I. UPACARA HUT PGRI TANGGAL 27 NOVEMBER 2017

GAMBAR 2. ANTUSIAS GURU MIS AT-TAQWA SAAT UPACARA

GAMBAR 3. FHOTO BERSAMA GURU MIS ATTAQWA SAMBAS


GAMBAR 4. FHOTO BERSAMA GURU MIS ATTAQWA DAN GURU SDN 23

Sabtu, 25 November 2017

Solusi Tidak Bisa Login Emis Online

Salah satu permasalahan yang kerap dikeluhkan oleh operator emis madrasah adalah tidak bisa login ke layanan emis online. Saat masuk disambut dengan keterangan 'data login tidak valid'. Berbagai keluhan terkait gagal login ke situs emispendis.kemenag.go.id/emis_madrasah, Ayo Madrasah dapati dari berbagai komentar operator di beberapa grup facebook maupun fans page Ayo Madrasah.

Sebagaimana diketahui, pada bulan Oktober kemarin telah dilakukan penonaktifan seluruh akun operator emis. Para operator emis di tingkat madrasah ini diharuskan untuk melakukan pendaftaran ulang. Pendaftaran ulang ini kemudian diverifikasi oleh admin Emis tingkat Kabupaten/Kota. Bagi yang telah memenuhi persyaratan kemudian diberikan hak akses ke layanan emis online.

Namun, ternyata tidak sedikit yang mengaku tidak bisa login ke layanan emis online.

Ayo Madrasah memberikan beberapa tips dan tindakan yang dapat dicoba bagi operator-operator yang masih gagal login. Silakan untuk dicoba.


Tidak Bisa Login Emis Online

Baca : Beberapa Bug yang Ditemukan pada Emis Online 2017

1. Pastikan Alamat Web Benar


Pastikan alamat situs Emis online yang dibuka telah benar. Alamat situs emis online untuk madrasah adalah https://emispendis.kemenag.go.id/emis_madrasah. Sedangkan emis SDM yang beralamat di emispendis.kemenag.go.id/emis_sdm hanya untuk mendaftar ulang akun operator dan tempat mengunduh file atau pengumuman terkait emis, jika tersedia.

2. Pastikan Akun Operator Telah Disetujui Admin


Pastikan akun (username yang berupa email) yang telah didaftarkan telah benar dan telah aktif dan disetujui oleh Admin Emis di tingkat Kabupaten/Kota.

Untuk memastikan akun tersebut telah aktif dan disetujui atau belum, caranya adalah:

  1. Buka alamat: https://emispendis.kemenag.go.id/emis_sdm/status.php
  2. Masukkan email yang telah di daftarkan pada kolom yang tersedia
  3. Klik menu "Cari"
  4. Segera, di bagian bawah akan dimunculkan status akun tersebut, lengkap dengan nama operator, nama lembaga, dan email. Statusnya meliputi: Aktif; Tidak/Belum Aktif/Ditolak (berarti belum disetujui atau ditolak oleh Admin Kab/Kota); atau tidak menampilkan hasil sama-sekali (berarti email tersebut tidak terdaftar atau proses pendaftaran yang dilakukan gagal).
  5. Jika statusnya "Tidak/Belum Aktif/Ditolak" silakan hubungi Admin Emis Kab/Kota untuk menanyakan alasan penolakan dan segera lakukan perbaikan (daftar ulang).

3. Pastikan NSM di Emis SDM Benar

Dalam beberapa kasus ketika masuk ke web emis online gagal login dan muncul keterangan NSM tidak ditemukan atau muncuk keterangan 'data login tidak valid'.
Jika terjadi hal semacam ini, coba untuk :
  1. Masuk terlebih dahulu ke situs Emis SDM di alamat emispendis.kemenag.go.id/emis_sdm
  2. Lihat pada bagian Dashboard Hak Akses Operator Emis
  3. Pada kolom Identitas, pastikan yang tertulis adalah NSM lembaga yang bersangkutan.
  4. Klik Simpan
Jika sudah, silakan coba lagi untuk login ke situs Emis Madrasah.

4. Pastikan Data-data Operator Sudah Terisi

Sama seperti pada kasus ketiga, silakan buka situs Emis SDM. Pastikan semua field (kolom) yang tersedia sudah terisi dengan benar. Jika sudah, klik tombol Simpan di pojok kanan bawah.

5. Untuk Operator RA

Khusus untuk operator lembaga RA, sampai dengan tulisan ini diterbitkan, belum dapat mengakses Emis Madrasah. Dengan kata lain, aksesnya memang belum dibuka dari pusat. Sehingga saat login, pasti kan selalu gagal.
Solusinya, tunggu informasi pembukaan akses. Insaaallah Admin Ayo Madrasah akan menginformasikannya melalui artikel ini ataupun melalui fans page Ayo Madrasah di alamat https://www.facebook.com/ayomadrasah/

6. Bersihkan Cache Browser yang Digunakan

Semua langkah-langkah di atas sudah dilakukan tetapi masih belum juga bisa login, ada baiknya untuk melakukan pembersihan cache browser yang digunakan.
Jika menggunakan browser Google Chrome, caranya adalah:
  1. Klik menu kontrol (gambar tiga garis bersusun) di pojok kanan atas
  2. Klik 'Alat Lainnya'
  3. Klik 'Hapus data penjelajahan'
  4. Muncul kotak dialog 'Hapus data penjelajahan'
  5. Centang pada jenis informasi (terutama 4 jenis teratas)
  6. Klik 'Hapus data penjelajahan'
  7. Jika perlu, restat (tutup lalu buka lagi) browser Anda
Sedangkan pada browser firefox, lakukan:
  1. Klik menu kontrol (gambar tiga garis bersusun) di pojok kanan atas
  2. Terbuka tab pengaturan firefox, klik 'Advanced' atau 'Canggih'
  3. Klik 'Network' atau 'Jaringan'
  4. Pada bagian 'Cached Web Conten' atau 'Konten Web Tembolok' klik 'Clear Now' atau 'Bersihkan Sekarang'
  5. Jika perlu, restat (tutup lalu buka lagi) browser Anda

Itulah beberapa tips dan solusi yang bisa dicoba bagi operator emis madrasah yang masih tidak bisa login alias gagal login ke layanan emis online. Baik muncul peringatan "Error, Data login tidak valid" ataupun "Error, NSM tidak ditemukan". Semoga solusi tidak bisalogin emis online ini bermanfaat.

Jumat, 24 November 2017

10 Prinsip-prinsip Etos Kerja Keras dalam Islam

Dalam Islam, umat Muslim dianjurkan untuk kerja keras. Tak asal kerja, ada sejumlah prinsip-prinsip dan etos kerja yang diperhatikan agar apa yang kita kerjakan selaras dengan syariat Islam dan mendapatkan ridho dari Allah.

Dalam Al Quran Surat Ar-Ra'ad ayat 11 dijelaskan bahwa Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri sendiri. Hal ini secara tegas menjelaskan bahwa manusia diminta untuk berikhtiar, berusaha untuk mencapai suatu keberhasilan, kesuksesan, baik dunia maupun akhirat.

Dalam sebuah hadits riwayat Al Baihaqi, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, bekerjalah seolah-olah akan hidup selama-lamanya dan beribadahlah seakan akan mati besok pagi. Terlepas apakah hadits ini termasuk hadis palsu (dhaif) atau tidak, setidaknya ungkapan populer ini mengajarkan kepada kita untuk meningkatkan etos kerja, baik untuk dunia dan akhirat.


Prinsip-prinsip Etos Kerja Keras dalam Islam

Artinya, hidup ini semata-mata tidak hanya untuk akhirat saja, tetapi juga dunia perlu diperhatikan. Sebab, manusia adalah khalifah di bumi yang harus memperhatikan aspek duniawi untuk kemaslahatan alam semesta.

Kalau di dunia kita berhasil menjadi khalifah, maka akhirat tentu akan mengikuti. Kita lahir di dunia tidak lain karena menjalankan tugas dan perintah dari Allah untuk mengelola bumi dan isinya dengan baik.

Maka, kalau kita jadi wartawan, jadilah penyampai risalah melanjutkan peran para Nabi yang menyampaikan risalah kebaikan dan kebenaran. Kalau kita jadi dokter, selalu berupaya dengan niat hati yang tulus mengobati dan menyembuhkan pasien.

Kalau jadi guru, wakafkan diri untuk mendidik dan mencerdaskan anak bangsa, bukan semata-mata cari kerja dan uang. Kalau jadi polisi, hakim atau advokat (pengacara), niatlah dan lakukan dengan ikhlas sebagai penegak hukum yang bertumpu pada keadilan sejati, bukan karena uang.

Niatkan apa saja profesimu, karena Allah. Profesi adalah representasi dari dunia, Allah representasi dari akhirat. Bekerja dengan ikhlas karena Allah, ini yang mesti kita lakukan agar berhasil menjadi khalifah fil ardh.

Prinsip-prinsip kerja keras dalam Islam
Ada banyak prinsip etos kerja dalam Islam. Namun, redaksi islamcendekia.com hanya merangkum 10 prinsip etos yang harus dijalankan, sesuai dengan syariat Islam.

1. Kerja adalah ibadah
Niatlah dalam kerjamu sebagai ibadah, pengabdian kepada Allah. Maka, pekerjaanmu akan sukses di dunia maupun akhirat.

Ingatkah kamu Al Quran Surat Al An'am ayat 162 yang menyebutkan, "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah."

Allah juga berfirman dalam Alquran Adzariat: 56-57, "Tidak akan Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali agar menyembah-Ku."

2. Kerja adalah amanah
Kita dilahirkan di bumi tidak lain karena sebuah tugas yang harus kita emban dengan amanah. Maka, apapun profesi kita, kerja lah dengan amanah.
 Allah berfirman dalam Al-Qur'an ayat 30 bahwa Allah menciptakan manusia dari bumi dan menjadikan manusia pula sebagai pemakmurnya. Karena itu, sebagai khalifah, manusia harus amanah dalam bekerja.

3. Kerja adalah amal saleh
Manusia terdiri dari berbagai lapis dimensi. Salah satunya, raga dan rohani. Maka, bekerjalah dengan orientasi untuk beramal saleh kepada sesama manusia, baik itu menafkahi istri, anak maupun orang yang membutuhkan.

Uang adalah benda material, bersifat duniawi. Kalau ia dibelanjakan untuk kebaikan maupun untuk amal, uang akan menjadi amal saleh sebagai investasi di akhirat nanti.

4. Kerja keras harus halal
Agama Islam sangat jelas mewajibkan setiap Muslim untuk bekerja dari segala sesuatu yang halal, dari keringat yang halal.

Seandainya kita pengusaha, pembisnis, wirausahawan, maka usaha kita harus halal, bebas riba, bebas penipuan atau kecurangan. Hal itu sesuai dengan ajaran Rasulullah Muhammad SAW. Kerja yang baik adalah kerja dari seorang lelaki dengan tangannya, dan semua jual-beli yang baik (mabrur, halal).

5. Hindari hal yang diharamkan Allah
Anda tentu tahu, apa pekerjaan yang diharamkan Allah. Misalnya menjual diri, mencuri, menipu, dll. Semua yang diharamkan, hindarilah, maka kerja kerasmu akan mendapat ridho dari Allah. Etos kerja ditekankan dalam Islam.

6. Hindari unsur maysir, ghoror, riba dan batil
Dalam Islam, kerja keras harus halal, kembali pada poin di atas. Untuk itu, unsur-unsur yang diharamkan, seperti maysir, ghoror, riba dan batil tidak diperbolehkan.

Apa itu riba? Misalnya, Anda kerja sebagai pemilik perbankan atau semacam bank titil. Meminjamkan uang dengan bunga mencekik. Kendati bekerja keras dan mendapatkan uang banyak, tetapi itu tidak sesuai prinsip-prinsip etos kerja dalam Islam.

7. Serahkan pekerjaan pada yang cakap
Seorang ahli, layak diserahi sebuah pekerjaan dengan gaji yang sesuai. Karena, dia punya kecapakan di bidangnya yang layak dihargai.

Allah SWT pernah berfirman bahwa janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya dan harta yang dijadikan Allah sebagai pokok penghidupan.

8. Hak pekerja harus dipenuhi
Hak-hak seorang pekerja harus dipenuhi, janganlah dikurangi, karena itu wajib atau fardhu hukumnya. Saat ini, banyak manajer atau atasan yang menyunat gaji karyawan dengan alasan membelikan pakaian, sepatu, dll.

Itu tidak boleh dan haram hukumnya. Usahamu tidak akan mendapat ridho Allah bila dibiarkan. Misalnya, gaji karyawan yang mestinya Rp 3 juta disunat menjadi Rp 2,7 juta dengan alasan membelikan sepatu atau seragam.

Ini haram dan dosa. Berilah gaji secara utuh, sesuai haknya. Kalau mau beli sepatu atau seragam, cobalah diskusi dengan baik dengan para karyawan, tidak langsung main menyunat gaji.

9. Belanjakan harta dari kerja dengan baik
Kalau sudah bekerja keras dan mendapatkan harta, belanjalah sesuai kebutuhan, hindari sifat boros tanpa ada manfaat. Sebab, boros adan sifat syetan.

Itu bukan berarti membuat Anda kikir atau pelit kepada sesama. Allah berfirman dalam Alquran Surat Al Furqon ayat 67, "Orang-orang yang membelanjakan harta tidak berlebihan dan tidak pula kikir, pembelanjaan itu berada di tengah-tengah antara yang demikian."

10. Bayar zakat
Kerja keras dari sebuah etos kerja yang baik akan sia-sia bila kita tidak membayar zakat sesuai dengan perintah Allah. Hal itu sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur'an Surat At Taubah ayat 103 untuk mensucikan harta dari hasil kerja keras dengan zakat.

Prinsip-prinsip etos kerja keras dalam Islam itu mesti dijalankan umat Muslim agar hidupnya sukses di dunia dan akhirat.


Sumber : http://www.islamcendekia.com

PRAKTEK SHOLAT DHUHA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

PRAKTEK SHOLAT DHUHA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

Di madrasah Ibtidaiyah AT-TAQWA Sambas yang dibimbing Guru PAI Samsi, S.Kom.I

Fhoto 1 ( posisi didepan )
Fhoto 2 (posisi dibelakang)
Fhoto 3 ( Posisi dibelakang )

Sebelas Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Berprestasi Diganjar 25 Juta Per Orang

Sebelas Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Berprestasi Diganjar 25 Juta Per Orang

  • Kamis, 23 November 2017 21:38 WIB
Tangerang (Kemenag) ---  Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam kembali berikan penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam (API) 2017 yang diselenggarakan di Serpong, Tangerang, Kamis (23/11). Sejumlah penggiat Pendidikan Islam baik itu siswa/ mahasiswa berprestasi maupun guru dan tenaga kependidikan berprestasi memperoleh penghargaan API 2017.
Ada sebelas orang guru dan tenaga kependidikan yang memperoleh penghargaan dan uang pembinaan sebesar 25 juta per orang. Mereka adalah para kepala madrasah berprestasi, guru madrasah berprestasi dan tenaga kependidikan madrasah berprestasi.
Untuk kategori kepala madrasah berprestasi terdiri dari Kepala RA Berprestasi Juara 1 (Pungki Nahyu Widyawati dari RA Mumtaza Islamic School Banten), Kepala MI Berprestasi Juara 1 (Supriyono dari MI Keji Ungaran Jawa Tengah), Kepala MTs Berprestasi Juara 1 (Mohammad Holis dari MTs N Sumber Bungur Jawa Timur), Kepala MA Berprestasi Juara 1 (Mansur dari MAN 2 Kota Bima NTB).
Selanjutnya kategori guru madrasah berprestasi diraih oleh Guru RA Berprestasi Juara 1 (Ruri Puspita Ningsih dari RA Mumtaza Islamic School Banten), Guru MI Berprestasi Juara 1 (Agus Triyadi dari MI Hidayatul Mubtadi'in Jawa Tengah), Guru MTs Berprestasi Juara 1 (H. Darmadi dari MTs Terpadu Darul Ulum Lampung), Guru MA Berprestasi Juara 1 (Subiyanto dari MAN 2 Kota Madiun Jawa Timur).
Sedangkan untuk  kategori tenaga kependidikan madrasah berprestasi terbagi menjadi tiga, yaitu Pengawas madrasah berprestasi juara 1 (Charisatuniswah dari Kabupaten Sleman DI Yogyakarta), Laboran madrasah berprestasi juara 1 (Sri Hidayati dari MAN 3 Sleman D.I Yogyakarta) dan Pustakawan Berprestasi juara 1 (Rita Susanti dari MAN 3 Sleman Yogyakarta).
Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Pendis Kamaruddin Amin menyampaikan bahwa kemajuan pendidikan Islam tidak akan dapat dicapai tanpa peran para pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi ujung tombak pembangunan pendidikan Islam.
"Atas kerja keras dan dedikasi para pendidik dan tenaga kependidikan inilah, satuan-satuan pendidikan Islam dapat secara konsisten menyediakan layanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau bagi berbagai lapisan masyarakat," ujarnya.
Tampak hadir dalam acara Apresiasi Pendidikan Islam 2017, Sekjen Kementerian Agama Nur Syam, Dirjen Pendidikan Islam Kamarudin Amin, Perwakilan Kedutaan Besar Negara Australia, para pejabat eselon II baik pusat maupun daerah, serta  para penerima penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam.


Sumber : https://kemenag.go.id

Pendidikan Islam Ikut Bentuk Peradaban Dunia

Menag: Pendidikan Islam Ikut Bentuk Peradaban Dunia

  • Jum'at, 24 November 2017 01:56 WIB
 
 Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan sambutan (foto: HumasPendis/Atiq)
Tanggerang (Kemenag) --- Pendidikan Islam menjadi sangat penting, terlebih Indonesia sebagai bangsa muslim terbesar di dunia di tengah-tengah globalisasi. Pendidikan Islam adalah suatu yang suatu begitu mendasar ikut membentuk peradaban dunia, kini dan mendatang.
Demikian disampaikan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin saat meberikan sambutan dalam Apresiasi Pendidikan Islam (API) 2017 di ICE BSD, Tanggerang, Kamis (23/11).
Dikatakan Menag Apresiasi Pendidikan Islam merupakan wujud perhatian pemerintah melalui Kementerian Agama kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi sumbangsih yang luar biasa bagi perkembangan Pendidikan Islam.
“Sekaligus agar mampu menginspirasi sekaligus memotivasi kalangan yang lebih luas, dalam melakukan  dan meyebarluaskan Pendidikan Islam di tanah air,” ujar Menag
Menurut Menag, semua pemangku kepentingan mempunyai tanggung jawab yang luar biasa besar terhadap perkembangan Pendidikan Islam. “Tidak hanya semata ikut memelihara  apa yang sudah diwariskan oleh pendahulu kita, tapi sekaligus ikut mengembangkan sesuai dengan tantangan dimasa mendatang.
“Hakekatnya kita semua, apapun latar belakangnya adalah pendidik. Kita semua mengembang tanggung jawab untuk menebarkan kebajikan kepada sesama,” tutur Menag.
Menag juga menyampaikan sebuah kaidah popular tentang seorang guru atau pendidik. "Ath-thoriqatu ahammu minal maddah. Wal mudarris ahammu minat thoriqah. Wa ma ahammu minal mudarris. Ruhul mudarris ahammu min mudarris binafsihi,”  pungkas Menag.
“Metodologi itu lebih penting daripada bahan ajar, Tapi guru atau pendidik lebih penting daripada metodologinya, dan ruhnya atau cintanya lebih kepada murid lebih penting daripada guru itu sendiri,” terang Menag.
Menag berharap, Pendidikan Islam terus dijaga sebagai sebuah pendidikan yang mendidik, yang memanusiakan manusia. “Kita tidak boleh menjumpai pendidikan Islam digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk saling memecah belah,” imbuh Menag.


sumber : https://kemenag.go.id

Makna Logo Kementerian Agama



MAKNA ISI LAMBANG :
  1. Bintang bersudut lima yang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila, bermakna bahwa karyawan Kementerian Agama selalu menaati dan menjunjung tinggi norma-norma agama dalam melaksanakan tugas Pemerintahan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
     
  2. 17 kuntum bunga kapas, 8 baris tulisan dalam Kitab Suci dan 45 butir padi bermakna Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menunjukkan kebulatan tekad para Karyawan Kementerian Agama untuk membela Kemerdekaan Negara Kesatuan republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
     
  3. Butiran Padi dan Kapas yang melingkar berbentuk bulatan bermakna bahwa Karyawan Kementerian Agama mengemban tugas untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata.
     
  4. Kitab Suci bermakna sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang serasi antara kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, materil dan spirituil dengan ridha Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
     
  5. Alas Kitab Suci bermakna bahwa pedoman hidup dan kehidupan harus ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya sesuai dengan potensi dinamis dari Kitab Suci.
     
  6. Kalimat “Ikhlas Beramal” bermakna bahwa Karyawan Kementerian Agama dalam mengabdi kepada masyarakat dan Negara berlandaskan niat beribadah dengan tulus dan ikhlas.
     
  7. Perisai yang berbentuk segi lima sama sisi dimaksudkan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama RI yang berdasarkan Pancasila dilindungi sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
     
  8. Kelengkapan makna lambang Kementerian Agama melukiskan motto : Dengan Iman yang teguh dan hati yang suci serta menghayati dan mengamalkan Pancasila yang merupakan tuntutan dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karyawan Kementerian Agama bertekad bahwa mengabdi kepada Negara adalah Ibadah.
sumber : https://kemenag.go.id/home/artikel/42943

ALAMAT KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI


Kamis, 23 November 2017

Alur pelayanan nikah


Contoh Surat Selesai Penelitian di Madrasah

SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN




Yang bertanda tangan dibawah ini     :
Nama            :
Jabatan         :
Alamat          :
Dengan ini menerangkan bahwa mahasiswa yang beridentitas :
Nama            : 
NIM             : 
Fakultas        : 
Jurusan         : 
Universitas   : 

Telah selesai melakukan penelitian di ................................................... selama ............................................., terhitung mulai tanggal ............................................ sampai dengan ................................................. untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul “......................................................................................................................”.
Demikian surat keterangan ini dibuat dan diberikan kepada yang bersangkutan untuk dipergunakan seperlunya.


                                                                                           
                                                                                                                      .........,  ......................                                                                     
                                                                                                             Kepala ..........................
                                                                                                             ......................................................
                                                                                                             NIP. .........................................

Siswa Angkatan Pertama Tahun Ajaran 2016/2017

Fhoto bersama siswa - siswi angkatan pertama MIS AT-TAQWA

Siswa - siswi MIS ATTAQWA angkatan I ( pertama )

Sejarah Pendidikan Islam di Indoneisa

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Sejarah pendidikan Islam di Indonesia telah dimulai pada awal abad XX M hingga dewasa ini merupakan perjalanan yang cukup panjang. Dimana perkembangan cukup draktis terjadi pada masa orde lama dan terus berkembang pada masa orde baru.

Orde Lama
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha tersebut dimulai dengan memberikan bantuan sebagaimana anjuran oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, disebutkan :

"Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang telah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah"

Pendidikan Agama diatur secara khusus dalam UU No, 4 Tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :
  1. Di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.
  2. Cara penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama sangat terkait pula dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946. Departemen Agama sebagai suatu lembaga pada masa itu, secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan Islam pada masa itu ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurus masalah pendidikan agama, yaitu Bagian Pendidikan Agama. Tugas dari bagian tersebut sesuai dengan salah satu nota Islamic education in Indonesia yang disusun oleh Bagian Pendidikan Departemen Agama pada tanggal 1 September 1956, yaitu : 1) memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir, 2) memberi pengetahuan umum di madrasah, dan 3)mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri.

Berdasarkan keterangan di atas, ada 2 hal yang penting berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa orde lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum.

a. Perkembangan dan Pembinaan Madrasah

Perkembangan madrasah tak lepas dari peran Departemen Agama sebagai lembaga yang secara politis telah mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan. Walau tak lepas dari usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh agama seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy`ari dan Mahmud Yunus. Dengan perkembangan politis dan zaman, Departemen Agama secara bertahap terus menerus mengembangkan program-program peningkatan dan perluasan ases serta peningkatan mutu madrasah.

Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, pada pasal 10 menyatakan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping pelajaran umum.


Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat.

Jenjang pendidikan pada sistem madrasah pada masa itu terdiri dari tiga jenjang.

1) Pertama Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun
2) Kedua Madrasah Tsanawiyah Pertama untuk 4 tahun
3) Ketiga Madrasah Tsanawiyah Atas untuk 4 Tahun.

Sedangkan kurikulum madrasah terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum. Rumusan kurikulum seperti itu bertujuan untuk merespon pendapat umum yang menyatakan bahwa madrasah tidak cukup hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga harus mengajarkan pendidikan umum, kebijakan seperti itu untuk menjawab kesan tidak baik yang melekat kepada madrasah, yaitu pelajaran umum madrasah tidak akan mencapai tingkat yang sama bila dibandingkan dengan sekolah umum.

Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa Orde Lama adalah berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendiriannya untuk mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus ahli keagamaan yang profesional. PGA pada dasarnya telah ada sejak masa sebelum kemerdekaan. Khususnya di wilayah Minangkabau, tetapi pendiriannya oleh Departemen Agama menjadi jaminan strategis bagi kelanjutan madrasah di Indonesia.

Sejarah perkembangan PGA dan PHIN bermula dari progam Departemen Agama yang secara tehnis ditangani oleh Bagian Pendidikan. Pada tahun 1950, bagian itu membuka dua lembaga pendidikan dan madrasah profesional keguruan:

(1) Sekolah Guru Agama Islam (SGAI)
SGAI terdiri dari dua jenjang:
(a) jenjang jangka panjang yang ditempuh selama 5 tahun dan diperuntukkan bagi siswa tamatan SR/MI, dan
(b) Jenjang jangka pendek yang ditempuh selama 2 tahun diperuntukkan bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah.

(2) Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHAI)
SGHAI ditempuh selama 4 tahun diperuntukkan bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah.
SGHAI memilki empat bagian:
Bagian "a" untuk mencetak guru kesusastraan
Bagian "b" untuk mencetak guru Ilmu Alam/Ilmu Pasti
Bagian "c" untuk mencetak guru agama
Bagian "d" untuk mencetak guru pendidikan agama.

Pada tahun 1951, terjadi perubahan nama terhadap kedua madrasah keguruan tersebut sesuai dengan Ketetapan Menteri Agama 15 Pebruari 1951. SGAI menjadi PGA (Pendidikan Guru Agama) dan SGHAI menjadi SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama). Pada tahun 1951 ini, PGA Negeri didirikan di Tanjung Pinang, Kotaraja, Padang, Banjarmasin, Jakarta, Tanjung Karang, Bandung dan Pamekasan. Jumlah PGA pada tahun ini sebanyak 25 dan tiga tahun kemudian, 1954, berjumlah 30. sedangkan SGHA pada tahun 1951 didirikan di Aceh, Bukit Tinggi dan Bandung.

Selanjutnya seiring dengan perubahan "Bagian Pendidikan" yang berkembang menjadi "Jawatan Pendidikan Agama" di Departemen Agama. Ketentuan-ketentuan tentang PGA dan SGHA diubah. PGA yang 5 tahun diubah menjadi 6 tahun, terdiri dari PGA Pertama 4 tahun dan PGA Atas 2 tahun. PGA jangka pendek dan SGHA dihapuskan. Sebagai pengganti SGHAI bagian "d" didirikan PHIN ( Pendidikan Hakim Islam Negeri) dengan waktu belajar 3 tahun dan diperuntukkan bagi lulusan PGA pertama.

b. Perkembangan Perguruan Tinggi Islam

Perguruan Tinggi Islam khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, fakultas agama UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerintah. Pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN ( Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) dibawah pengawasan Kementerian Agama. Pada tahun 1957, di Jakarta didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Akademi ini bertujuan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas di penerintahan ( Kementerian Agama) dan untuk pengajaran agama di sekolah. Pada tahun 1960 PTAIN dan ADIA disatukan menjadi IAIN.

c. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum

Peraturan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah umum, dicantumkan dalam Undang-Undang Pendidikan tahun 1950 No. 4 dan Undang-Undang Pendidikan tahun 1954 No. 20, (tahun 1950 hanya berlaku untuk Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta).

Sebelumnya ada ketetapan bersama Departemen PKK dan Departemen Agama yang dikeluarkan pada 20 Januari Tahun 1951. Ketetapan itu menegaskan bahwa :
1. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat selama 2 jam per minggu. Di lingkungan istimewa, pendidikan agama dapat di mulai dari kelas 1 dan jam pelajarannya boleh ditambah sesuai kebutuhan, tetapi catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
2. Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
3. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sebanyak 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua dan walinya.
4. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.

Undang-Undang Pendidikan tahun 1954 No. 20 berbunyi :
1. Pada sekolah-sekolah negeri diselenggarakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur melalui ketetapan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) bersama dengan Menteri Agama.

Penjelasan pasal ini antara lain menetapkan bahwa pengajaran agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas para murid.

Pada periode orde Lama ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia dalam dunia pendiidkan, yaitu :
1. Dari tahun 1945-1950 landasan idiil pendidikan ialah UUD 1945 dan Falsafah Pancasila.
2. Pada permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya negara Republik Serikat (RIS), di wilayah bagian Timur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman Belanda.
3. Pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan terbentuknya kembali negara kesatuan Republik Indonesia, landasan idiil pendidikan adalah UUDS RI.
4. Pada tahun 1959 Presiden mendekritkan Republik Indonesia kembali ke UUD 1945 dan menetapkan arah politik Republik Indonesia menjadi haluan negara.
5. Pada tahun 1945, sesudah G 30 S/PKI kita kembali lagi melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Pada tahun 1960, sidang MPRS menetapkan bahwa pendidikan agama diselenggarakan di perguruan tinggi umum dan memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengikuti ataupun tidak. Namun, pada tahun 1967 (periode awal Orde Baru), ketetapan itu diubah dengan mewajibkan mahasiswa mengikuti mata kuliah agama dan mata kuliah ini termasuk kedalam system penilaian.

d. Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren

Pondok Pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, keberadaan pondok pesantren sebelum Indonesia merdeka diperhitungkan oleh bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia.

Pada masa kolonialisme dari Pondok Pesantren lahirlah tokoh-tokoh nasional yang tangguh yang menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dll. Maka dapat dikatakan bahwa masa itu Pondok Pesantren memberikan kontribusi yang besar bagi terbentunya republik ini. Bila dianalisis lebih jauh kenapa dari lembaga pendidikan yang sangat sederhana ini muncul tokoh-tokoh nasional yang mampu menggerakan rakyat untuk melawan penjajah, jawabannya karena figur Kiyai sebagai Pimpinan pondok pesantren sangat dihormati dan disegani, baik oleh komunitas pesantren (santri) maupun masyarakat sekitar pondok, mereka meyakini bahwa apa yang diucapkan kiyai adalah wahyu Tuhan yang mengandung nilai-nilai kebenaran hakiki ( Ilahiyyah).

Pada masa pasca kemerdekaan, Pondok Pesantren perkembangannya mengalami pasang surut dalam mengemban misinya sebagai pencetak generasi kaum muslimin yang mumpuni dalam bidang Agama (tafaqquh fiddien). Pada masa priode transisi antara tahun 1950 - 1965 Pondok Pesantren mengalami fase stagnasi, dimana Kyai yang disimbolkan sebagai figur yang ditokohkan oleh seluruh elemen masyarakat Islam, terjebak pada percaturan politik praktis, yang ditandai dengan bermunculannya partai politik bernuasa Islami peserta PEMILU pertama tahun 1955, contohnya dengan lahirnya Partai Politik NU yang mewaliki warga Nahdiyyin, Partai Politik NU tersebut dapat dikatakan merepresentasikan dunia Pondok Pesantren. Hal ini dikarenakan sebagian besar pengurus dari parpol tersebut adalah Kiyai yang mempunyai Pondok Pesantren.

Orde Baru dan Sekarang

Sejak dibubarkan PKI dengan G30S/PKI pada tanggal 30 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki masa "Orde Baru".

Perubahan yang terlihat pada Masa Orde Baru adalah :
1) sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala bentuk penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945
2) memperjuangkan adanya masyarakat yang adil dan makmur, baik material dan spiritual melalui pembangunan nasional
3) sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Perkembangan pendidikan Islam selanjutnya pada masa orde baru dimulai dari kebijakan pada pasal 4 TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 yang memuat kebijakan tentang isi pendidikan. Untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah :
1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
2. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu pendidikan harus dimiliki oleh rakyat sesuai dengan kemampuan individu masing-masing.

Pada awal pemerintahan orde baru, pendekatan legal formal dijalankan tidak memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 Tahun 1972 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang sebelumnya dikelola oleh Menteri Agama secara murni.

Perkembangan pendidikan pada orde baru selanjutnya dikuatkan dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional. Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan ber budi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Prinsip-prinsip yang perlu mendapat perhatian dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, adalah mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta berarti terbuka bagi seluruh rakyat, dan berlaku di seluruh wilayah negara, dan menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, serta terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.

Sebagaimana perkembangan orde lama, perkembangan pada orde baru juga dapat dibagi dalam :

a. Perkembangan dan Pembinaan Madrasah

Penegerian Madrasah Swasta

Pada tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah swasta untuk semua tingkatan, Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Islam Negeri (MTsIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Namun ketentuan itu hanya berlangsung 3 tahun, dan dengan alasan pembiayaan dan fasilitas yang sangat terbatas, maka keluarnya Keputusan Menteri Agama No. 213 tahun 1970 tidak ada lagi penegerian bagi madrasah madrasah swasta. Namun kebijakan tersebut tidak berlangsung lama, memasuki tahun 2000 kebijakan penegerian dimunculkan kembali.

Kesejajaran Madrasah dan Sekolah Umum
Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 6 tahun 1975 dan No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu Pendidiikan pada Madrasah. SKB ini muncul dilatar belakangi bahwa setiap waganegara Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga lulusan madrasah yang ingin melanjutkan, diperkenankan melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang setingkat di atasnya. Dan bagi siswa madrasah yang ingin pindah sekolah dapat pindah ke sekolah umum setingkat. Ketentuan ini berlaku mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi.

Dalam SKB tersebut disebutkan pula bahwa yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kuranya 30 % disamping mata pelajaran umum, meliputi Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP dan Madrasah Aliyah setingkat SMA.
SKB ini juga menetapkan hal-hal yang menguatkan posisi madrasah pada lingkungan pendidikan, diantaranya :
1. Ijazah madrasah mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat
2. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih diatasnya
3. Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat
4. Pengelolaan madrasah dan pembinaan mata pelajaran agama dilakukan Menteri Agama, sedangkan pembinaan dan pengawasan mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bersama-sama Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri.

Lahirnya Kurikulum 1984
Pada tahun 1984 dikeluarkan SKB 2 Menteri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Lahirnya SKB tersebut dijiwai oleh Ketetapan MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan, sejalan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang, antara lain dengan melakukan perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara pelbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
Sehingga sebagai tindak lanjut SKB 2 Menteri tersebut lahirlah "Kurikulum 1984" untuk madrasah, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No. 99 tahun 1984 untuk Madrasah Ibtidaiyah, No. 100/1984 untuk Madrasah Tsanawiyah dan No. 101 Tahun 1984 untuk Madrasah Aliyah.

Diantara rumusan kurikulum 1984 adalah memuat hal-hal strategies, diantaranya :
1. Program kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTs, dan MA) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler baik dalam program inti maupun program pilihan.
2. Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dan apa yang dipelajarinya.
3. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan peningkatan proses dan hasil belajar serta pengelolaan program.

Lahirnya MAPK
Dengan dilatarbelakangi akan kebutuhan tenaga ahli di bidang agama Islam ("ulama") dimasa mendatang sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional, maka dilakukan usaha peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah Aliyah. Lebih lanjut dibentuklah Madrasah Aliyah Pilihan Ilmu-Ilmu Agama (MAPK) dengan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Kekhususan MAPK ini adalah komposisi kurikulum 65 studi agama dan 35 pendidikan dasar umum. Sasarannya adalah penyiapan lulusan yang mampu menguasai ilmu-ilmu agama yang nantinya menjadi dasar lulusan untuk terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bidang keagamaan dan akhirnya menjadi calon ulama yang baik. Selanjutnya MAPK berganti nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Namun lebih lanjut program ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga nasibnya sampai hari ini belum jelas keberadaannya.

Lahirnya UU No, 2 Tahun 1989
Lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 27 Maret 1989, memberikan perbedaan yang sangat mendasar bagi pendidikan agama. Pendidikan agama tidak lagi diberlakukan berbeda untuk negeri dan swasta, dan sebagai konsekuensinya diberlakukan Peraturan Pemerintah sebagai bentuk operasional undang-undang tersebut, yaitu PP 27/1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah, PP 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, PP. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, PP. No. 30/1990 tentang Pedidikan Tinggi (disempurkankan dengan PP.22/1999). Semua itu mengatur pelaksanaan pendidikan agama di lembaga umum.

UU dan peraturan pemerintah tersebut telah memberi dampak positif bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Sejak diberlakukan UU No. 2 Tahun 1989 tesebut lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral (sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional. Sehingga dengan demikian, kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah sebangun dengan kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan nasional secara keseluruhan.

UU ini juga telah memuat ketentuan tentang hak setiap siswa untuk memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya. Namun, SD, SLTP, SMU, SMK dan SLB yang berciri khas berdasarkan agama tertentu tidak diwajibkan menyelenggarakan pendidikan agama lain dari agama yang menjadi ciri khasnya. Inilah poin pendidikan yang kelak menimbulkan polemik dan kritik dari sejumlah kalangan, dimana para siswa dikhawatirkan akan pindah agama (berdasarkan agama Yayasan/Sekolah), karena mengalami pendidikan agama yang tidak sesuai dengan agama yang dianutnya. Kritik itu semakin kencang, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, yang secara eksplisit menyatakan bahwa sekolah-sekolah menengah dengan warna agama tertentu tidak diharuskan memberikan pelajaran agama yang berbeda dengan agama yang dianutnya.
UU No. 2 tahun 1989 itu dan peraturan pemerintah tersebut dinilai oleh sebagian kalangan sebagai UU yang tidak memberikan ruang dialog keagamaan di kalangan siswa. Ia juga memberikan peran tidak langsung kepada sekolah untuk mengkotak-kotakkan siswa berdasarkan agama.

Lahirnya Kurikulum 1994
Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang pendidikan SD, terdapat 9 mata pelajaran, termasuk pendidikan agama. Di SMP struktur kurikulumnya juga sama, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pendidikan umum. Demikian halnya di tingkatan SMU, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pengajaran umum bersama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, IPA (Fisika, Biologi, Kimia), IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi) dan Pendidikan Seni.
Dari sudut pendidikan agama, Kurikulum 1994, hanyalah penyempurnaan dan perubahan-perubahan yang tidak mempengaruhi jumlah jam pelajaran dan karakter pendidikan keagamaan siswa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Sampai tahun 1998, pendidikan di Indonesia, masih menggunakan UU Pendidikan tahun 1989, dan kuriklum 1994. Tumbangnya rezim orde baru menggulirkan gagasan reformasi sekitar tahun 1998, yang salah satu agendanya adalah perubahan dan pembaruan dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang menjadi tema kritik para pemerhati pendidikan dan diharapkan oleh banyak pihak.

Lahirnya UU No, 20 Tahun 2003
Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. "Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama," (Pasal 12 ayat a).
Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.
UU ini juga sekaligus "mengubur" bagian dari UU No. 2/1989 dan Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, tentang tidak wajibnya sekolah dengan latarbelakang agama tertentu (misalnya Islam) mengajarkan pendidikan agama yang dianut siswa (misalnya pelajaran agama Katolik untuk siswa yang beragama Katolik).
UU Sisdiknas 2003 mewajibkan sekolah/Yayasan Islam untuk mengajarkan pendidikan Katolik untuk siswa yang menganut agama Katolik.
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 ini lah yang menjadi pijakan hukum dan konstitusional bagi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Pada pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa `kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.`
Dalam penjelasan atas pasal 37 ayat 1 ini ditegaskan, `pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia`. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum, juga diatur dalam undang-undang baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum dan komponen pendidikan lainnya.
Ketua Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan, (MP3A) Departemen Agama menambahkan, pelaksanaan pendidikan agama harus memperhatikan lima prinsip dasar, di antaranya: Pertama, pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum pendidikan agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta didik. Kedua, pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan dan rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain. Ketiga, pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.

Lahirnya KBK
Perjalanan kebijakan pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan secara konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP masih berlaku sampai sekarang.

Pembinaan dan Pengembangan pendidikan madrasah dalam rangka peningkatan akses dan mutunya, pada saat ini dikoordinasikan oleh Direktorat Pendidikan Madrasah pada Ditjen Pendidikan Islam.


PAI pada awal kemerdekaan
Undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang tampaknya masih terdapat dikotomi pendidikan. Dimana bila dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal bila digabungkan antara ilmu agama dan ilmu umum justru akan menciptakan kebersamaan dan juga mampu menciptakan kehidupan yang harmonis, serasi dan seimbang.

Prioritas pendidikan Islam harus diarahkan pada empat hal, sebagai berikut :
1. Pendidikan Islam bukanlah hanya untuk mewariskan faham atau polah keagamaan hasil internalisasi generasi terhadap anak didik.
2. Pendidikan hendaknya menghindari kebiasaan mengunakan andai-andaian model yang diidealisir yang sering kali membuat kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan.
3. Bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan problematik empirik disekitarnya.
4. Perlunya dikembangkan wawasan emansipatoris dalam proses mengajar agama.

Dilihat dari legalitas hukum penyelenggaraan PAI pada sekolah umum, mengalami proses yang panjang yaitu sejak masa pasca kemerdekaan hingga ditetapkan undang-undang no. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam proses mendapatkan legalitas hukum atas pelaksanaan pendidikan agama sejak kurun kemerdekaan, terjadi tarik menarik antara kelompok yang pro karena menganggap PAI penting diberikan di Sekolah/Perguruan Tinggi, dan mereka yang kontra karena mengganggp tidak penting dan cukup diganti dengan pendidikan budi pekerti.

Semenjak awal kemerdekaan sampai masa orde baru, pelaksanaan PAI di sekolah selalu masuk dalam agenda pembahasan atau atas dasar kemauan politik tokoh-tokoh nasional. Hal ini dikarenakan, setiap keputusan tentang pelaksanaan PAI pada dasarnya merupakan keputusan politik. Hasil penelusuran dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan pelaksanaan agama di sekolah umum dari masa pasca kemerdekaan hingga tahun 1990, yaitu :
a. Rapat Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) taggal 27 Desember 1945 antara lain merekomensasikan agar pendidikan agama mendapat tempat pada kurikulum, yang harus diatur secara seksama dan mendapat perhatian semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan.
b. Perguruan Agama Islam atau Madrasah dan Ponpes mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.

PAI sejak UU No. 2 Tahun 1989 sampai lahirnya kurikulum 1994
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum pada dasarnya telah mendapat respon yang positif, dengan dikeluarkannya Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional (UUSPN), dimana didalamnya diperkenalkan dua Istilah, yaitu Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Pendidikan Agama adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah umum, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Pendidikan Keagamaan adalah lembaga pendidikan Islam atau satuan pendidikan Islam yang lazim dinamakan dengan perguruan agama. Pendidikan Keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.

Pemerintah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap pelaksanaan pendidikan Agama, sejak jaman pasca Orde Baru.

Karakteristik kurikulum PAI Tahun 1994 antara lain:
a. Materi atau bahan kajian yang masing-masinng sesuai dengan tingkat atau jenjang satuan pendidikan
b. Pilihan bahan kajian untuk semua jenjang pendidikan yang essensial dan sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa
c. Aspek-aspek pemahaman keagamaan kilafh dihilangkan
d. Materi atau bahan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, psikomotorik
e. Pokok bahasan atau kajian PAI diorientasikan untuk berpadu dengan bidang studi yang lain.

PAI sejak UU No. 20 Tahun 2003
Dengan lahirnya UU No, 20 Tahun 2003 semakin mempertegas kedudukan pendidikan agama Islam sebagai salah satu elemen terciptanya tujuan pendidikan nasional secara umum. Sebagaimana pada Pasal 3, Pendidikan Nasional mencerdasakan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi pesersta didik agar menjadi manusian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pasal 12 ayat 1a, setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya.

Maka dalam hal ini, Ditjen Pendidikan Islam berpeluang besar untuk mengembangkan kapasitas kelembagaannya dengan meningkatkan kualitas sistem dan layanan pendidikan agama Islam dalam rangka kensukseskan tujuan pendidikan nasional.

Perkembangan pendidikan agama Islam makin jelas dengan berlakukanya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang menyebutkan :
1. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran kewarganegeraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
2. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan.atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.

Dukungan pemerintah lebih terencana lagi dalam pengembangan pendidikan agama Islam, terlihat pada Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2004, tetang Rencana Pembangunan Jangka Menengah pada bidang Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama, dan berlangsung sampai sekarang Dalam arah kebijakannya dinyatakan bahwa sesuai dengan agenda pembangunan nasional, disebutkan bahwa, peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Serta peningkatan kualitas tenaga kependidikan agama dan keagamaan.


Agar pengembangan pendidikan agama Islam pada sekolah umum lebih terarah maka sejak tahun 1978 berdirilah Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum, lebih lanjut karena respon pemerintah dan dunia pendidikan khususnya terhadap pendidikan agama Islam berkurang, direktorat ini sempat menghilang di tahun 2001 dengan menggabung dengan Direktorat Pembinaan Perguruan Agama islam (Ditbinruais), menjadi Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum. Namun ternyata penggabungan ini tidak juga mengangkat pendidikan agama Islam pada sekolah umum ke arah yang lebih baik, bahkan lebih terpuruk dan terasa dikesampingkan. Oleh karena itu di tahun 2005 dibentuk direktorat baru yang bersifat khusus kembali yaitu Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, dan akhirnya disempurnakan menjadi Direktorat Pendidikan Agama Islam sampai sekarang berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010. Saat ini perkembangan program/kegiatan bagi pendidikan Agama Islam sudah makin membaik dan terrencana.

c. Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren

Perkembangan pendidikan Pondok Pesantren pada periode Orde Baru, seakan tenggelam eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan ummat Islam.

Setitik harapan timbul untuk nasib umat Islam setelah terjadinya era reformasi, pondok pesantren mulai berbenah diri lagi dan mendapatkan tempat lagi dikalangan pergaulan nasional. Salah satunya adalah pendidikan Pondok Pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pondok pesantren tidak lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan tradisional yang illegal, namun pesantren diakui oleh pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal lainnya.

Peluang tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh Pondok Pesantren, agar dapat meningkatkan kembali peranannya dalam sistem pendidikan nasional. Namun yang terjadi peluang tersebut belum memberikan respon positif kearah peningkatan kualitas pendidikannya, salah satunya dapat diidentifikasikan bahwa hanya segelintir kecil saja masyarakat yang ingin menitipkan anaknya untuk dididik dilembaga pendidikan pondok pesantren, dibanding ke sekolah-sekolah umum. Ketimpangannya cukup besar, mungkin hanya 10% nya saja anak-anak Indonesia yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren dan selebihnya mereka mengenyam pendidikan disekolah-sekolah umum.

Pembinaan Pondok Pesantren sebelum tahun 2000 dilakukan oleh salah satu Subdit di lingkungan Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam, yaitu Subdit Pondok Pesantren sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1979.
Akhirnya dengan makin pesatnya perkembangan lembaga pondok pesantren dan pendidikan diniyah serta makin berkembangnya program dan kegiatan pembinaan bagi Pondok Pesantren dan Pendidikan Diniyah, subdit tersebut berkembang menjadu direktorat yang bernama Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, sebagai satu dari empat direktorat yang pada Ditjen Kelembagaan Agama Islam sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001. Dengan berubahnya organisasi pembinaan menjadi direktorat tersebut, maka pendidikan di pondok pesantren dan pendidikan diniyah terus makin berkembang dengan pesat, dan mulai diakui dikalangan dunia pendidikan.

Pada akhirnya seiring dengan berkembangnya pembinaan dan pengorganisasian Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam yang berubah menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren berubah pula menjadi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Perubahan itu berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2006 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2005 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005.

d. Perguruan Tinggi Agama Islam

IAIN sebagai salah satu bagian dari PTAI, merupakan bagian dari salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia. IAIN di dirikan pada awal tahun 1960 sebagai suatu respon atas kebutuhan pemerintah akan tenaga pendidik yang ahli di bidang ilmu-ilmu keislaman, untuk mengembangkan sistem pendidikan madrasah. Akhirnya dalam perkembangan nya IAIN jumlahnya semakin bertambah dan berkembang.

Perkembangannya sejak masa orde baru bukan saja pada aspek fisiknya tetapi juga pada aspek tenaga pendidik atau dosennya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Sejalan dengan kebutuhan masyarakat Islam akan Ilmu dan pengetahuan serta teknologi peran perguruan tinggi agama Islam semakin bertambah, oleh karenan itu beberapa tahun ini beberapa IAIN telah berkembang menjadi universitas Islam. Dimana dalam pelayanannya, selain memberi pendidikan bidang studi keagamaan juga memberikan pelayanan pendidikan umum.
Saat ini Perguruan Tinggi Agama Islam telah tersedia 15 IAIN, 6 UIN dan 31 STAIN.

Untuk melakukan Koordinasi Pembinaan dan Peningkatan Mutu Pendidikan pada Perguruan Agama Islam secara struktural sekarang ditangani oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam.



SEJARAH ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM

1. Sejak Departemen Agama berdiri tanggal 3 Januari 1946, pendidikan Islam pada masa orde lama yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum ditangani oleh suatu bagia khusus yang mengurus masalah pendidikan agama yaitu Bagian Pendidikan Agama, yang bertugas :
a. Memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir
b. Memberi pengetahuan umum di madrasah
c. Mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri.

2. Tahun 1950 selanjutnya "Bagian Pendidikan" yang berkembang menjadi "Jawatan Pendidikan Agama" di Departemen Agama, dengan fokus pekerjaan tetap pada 3 aspek, yaitu memberi pengajaran pada sekolah negeri, memberi pengetahuian umum di madrasah dan mengadakan pendidikan guru agama serta pendidikan hakim Islam negeri.

3. Selanjutnya Jawatan Pendidikan Agama berkembang lebih lanjut dan akhirnya menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam pada tahun 1968

4. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen, yang selanjutnya dilaksanakan dengan Keputusan Menteri Agama No. 18 Tahun 1975 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, terjadi perubahan susunan organisasi kelembagaan di lingkungan Departemen Agama.

5. Kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1979 tentang Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Sebagai Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1978. Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam terdiri dari :
- Sekretariat Direktorat Jenderal
- Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri
- Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam
- Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam
- Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.

6. Sesuai Keputusan Presiden RI No. 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen jo Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.
Ditjen Kelembagaan Agama Islam terdiri dari :
- Sekretariat Direktorat Jenderal
- Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum
- Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren
- Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam
- Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid.

7. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2005 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005, mengubah Direktrorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Dan sebagai tindak lanjutnya ditetapkanlah Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dibagi menjadi 5 Direktorat, yaitu :
- Sekretaris Direktorat Jenderal
- Direktorat Pendidikan Madrasah
- Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren
- Direktorat Pendidikan Tinggi Islam
- Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
- dan Kelompok Jabatan Fungsional.

8. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, dan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dam Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organiasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Sebagai tindak lanjutnya ditetapkanlah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementeri Agama.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dibagi menjadi 5 Direktorat, yaitu :
- Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
- Direktorat Pendidikan Madrasah
- Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren
- Direktorat Pendidikan Agama Islam
- Direktorat Pendidikan Tinggi Islam