Ditjen Pendis Kawal RPP Sistem Perbukuan
Jakarta (Pendis) - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
berperan aktif dalam mengawal kelahiran Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) tentang Sistem Perbukuan, sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Hadir mewakili Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, Suwendi (Direktotat PAI) dan Basnang Said (Direktotat KSKK
Madrasah) dalam rapat pembahasan draft tersebut yang diselenggarakan
oleh Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Kantor
Kemendikbud Jakarta Pusat, 19 Desember 2017. Dalam kegiatan tersebut,
hadir Kepala dan Sekretaris Balitbang Kemendikbud, Staf Ahli Menteri
bidang Hukum dan Regulasi Kemendikbud, sejumlah perwakilan dari
Kementerian/Lembaga terkait seperti Kejaksaan, Ikatan Penulis, dan IKAPI.
Rapat kali ini membahas draft Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Sistem Perbukuan yang keempat. Pembahasan ini dimaksudkan untuk
memberikan masukan dari sejumlah Kementerian/Lembaga atas draft yang
telah dihasilkan.
Setidaknya ada 4 (empat) isu yang dibahas, yakni posisi buku
keagamaan, lembaga perbukuan, pengawasan, dan porfesionalisme penulis.
Khusus terkait buku keagamaan, Ditjen Pendidikan Islam, yang sekaligus
mewakili Kementerian Agama RI, mengusulkan beberapa catatan.
Pertama, Kementerian Agama akan menempatkan Rancangan Peraturan
Pemerintah ini secara maksimal yang dipastikan dapat mengayomi kebutuhan
di lingkungan Kementerian Agama. Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2017 hanya memuat 1 ayat saja, yakni pasal 6 ayat 3, yang terkait
langsung dengan Kementerian Agama, Rancangan Peraturan Pemerintah ini
perlu dilakukan harmonisasi dengan sejumlah regulasi lainnya, seperti
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
Kedua, nomenklatur Buku Pendidikan Agama dan Buku Pendidikan
Keagamaan hendaknya dipastikan tertulis secara eksplisi dalam draft
tersebut, mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dan sekaligus mewakili layanan
jenis pendidikan di lingkungan Kementerian Agama. Nomenklatur Buku
Pendidikan Agama akan berimplikasi ada layanan buku untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama di Sekolah (TK, SD, SMP, SMA/SMK),
bahkan hingga Pergutuan Tinggi Umum. Di samping itu, nomenkalur Buku
Pendidikan Agama ini juga berimplikas ada buku-buku yang diajarkan pada
Madrasah (RA, MI, MTs, MA). Sementara Buku
Pendidikan Keagamaan berimplikasi pada layanan di lingkungan Pendidikan
Keagamaan pada 6 (enam) agama, seperti Pendidikan Diniyah dan Pondok
Pesantren untuk Pendidikan Keagamaan Islam. Pada Buku Pendidikan
Keagamaan ini akan diberikan pada layanan pendidikan pada jalur
pendidikan formal (seperti Pendidikan Diniyah Formal, Satuan Pendidikan
Muadalah, Seminari, Pasraman Formal, dan lain-lain), jalur pendidikan
nonformal, dan jalur pendidikan informal.
Ketiga, segala hal yang terkait dengan Buku Pendidikan Agama dan Buku
Pendidikan Keagamaan akan menjadi tugak pokok dan fungsi Kementerian
Agama.
Keempat, Buku Pendidikan (seperti buku untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan
pendidikan umum lainnya) yang bermuatan keagamaan menjadi kewenangan
Kemendikbud. Namun, Kementerian Agama akan memberikan pedoman penilaian
yang harus dijadikan acuan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
ketika proses penilaian bukunya.
Kelima, Kementerian Agama ini tidak memfasilitasi buku-buku bagi
Penghayat Kepercayaan. Sebab, sesuai tugas pokok dan fungsinya
Kementerian Agama hanya memberikan layanan bagi Pendidikan Agama dan
pendidikan Keagamaan.
Keenam, untuk buku pendidikan tinggi, perlu dilakukan kajian lebih
lanjut mengenai kewenangan dan otoritas antara Kementerian/Lembaga
dengan otonomi kampus. Meski demikian, buku pendidikan agama pada
perguruan tinggi, termasuk pada perguruan tinggi umum, dipastikan tidak
mengajarkan radikalisme dan mendestruksi ideologi negara.
Ketujuh, isu sertifikasi penulis buku dalam draft Rancangan Peraturan
Pemerintah itu hendaknya tidak dijadikan sebagai satu-satunya
legitimasi untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menulis
buku. Yang menjadi fokus adalah bagaimana buku yg diedarkan utamanya
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah itu tidak merongrong
ideologi negara dan menumbuhsuburkan radikalisme, pornografi, dan
sebagainya.
Sebagai tindak lanjut pertemuan, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
akan membahas masukan atas draft Rancangan Peraturan Pemerintah dan
akan mengundang Tim Perumus Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut.
(Swd/dod)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar